Muqaddimah

Alhamdulillah Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita hambaNya berbagai kenikmatan yang mustahil dapat dihitung jumlahnya. Shalawat dan Salam Atas Nabi Muhammad SAW, semoga kita diakui menjadi ummatnya dan mendapat syafa'at di hari kiamat insyaAllah. Inilah sisi lain dari Jihad, jihad yang digambarkan Al Quran dengan dua cara "Bil-Amwal" dan "Bil-Anfus". Mendedikasikan Waktu, tenaga, pikiran dan perasaan untuk menjalankan Dakwah dan Tarbiyah Islamiyah adalah bagian penting dari proses "Jihad" itu sendiri. Semoga Allah Meridho'i Niat dan Amal Perbuatan kita, tetap Istiqomah, Amanah seraya tidak melupakan Muhasabah di setiap detik dan kesempatan.
(Untuk Pendamping hidupku :Farida Shafwatun Nisa, dan Keempat Permata hatiku :Faiq Afiful Azam, Wafa Zirwatul Husna, Wifa Zaniratul Haura, dan Wila Zhafiratul Hania)

Selasa, 12 Februari 2013

PENGETAHUAN MANUSIA SECARA UMUM
Oleh : Akhmad Riza Pahlevi (Mahasiswa Pascasarjana IAIN-Sumut 2012)

A. Pendahuluan 
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal. Rasa keingintahuan menjadi pertanyaan yang mendorong manusia untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut. Jawaban yang ia temukan kemudian membentuk sebuah pengetahuan. Pengetahuan kemudian dipergunakan manusia untuk kepentingan kehidupannya. Satu contoh sederhana adalah  pengetahuan manusia tentang air mendidih yang bila mengenai manusia maka akan menimbulkan rasa sakit, kulit yang melepuh, dan sebagainya. Berdasarkan pengetahuan tadi, maka kemudian manusia akan lebih berhati-hati dan waspada ketika memasak air atau mengangkat air yang mendidih.
Manusia mendapatkan pengetahuannya dengan beberapa cara. Tetapi pengetahuan-pengetahuan manusia belum layak dikategorikan sebagai ilmu apabila tidak didapati dengan metode ilmiah baku dan memenuhi beberapa syarat tertentu. Untuk itu perlu difahami lebih detil tentang apa yang dimaksud dengan ilmu, bagaimanakah sebuah pengetahuan itu dikategorikan sebagai pengetahuan ilmiah, bagaimanakah penelitian ilmiah berkembang saat ini juga urgensi studi ilmiah tentang Islam.
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai Pengetahuan Manusia Secara Umum : Bagaimana Cara manusia memperoleh pengetahuan, Pengertian dan perbedaan antara pengetahuan, ilmu (sains) dan filsafat, metode ilmiah dan stuktur pengetahuan ilmiah, Berbagai trend penelitian ilmiah: spesialisasi, inter disiplin, multi disiplin,dan studi kawasan, dan studi ilmiah tentang Islam :antara normatifitas dan historisitas.

B. Cara Manusia Memperoleh Pengetahuan
1. Trial and error
Trial and error adalah  metode coba-coba, yaitu manusia melakukan percobaan terhadap sesuatu tanpa melakukan langkah-langkah/desain secara ilmiah untuk menemukan suatu kebenaran. Dari coba-coba ini manusia mendapatkan pengetahuan melalui proses pengalamannya (experience) dan metode ini juga dipergunakan untuk memecahkan suatu masalah .
Karena pada umumnya pengetahuan seseorang tentang sesuatu dimulai dari adanya rangsangan dari sesuatu objek. Rangsangannya itu menimbulkan rasa ingin tahu (curiosity) yang mendorong manusia untuk melihat.
Dengan cara trial and error, manusia melakukan percobaan-percobaan. Percobaan yang tidak berhasil akan dikuti dengan percobaaan baru dengan cara yang berbeda yang dianggap lebih baik. Berdasarkan cara ini, kesalahan-kesalahan akan kerap dilakukan manusia sebelum ia menemukan cara yang tepat yang kemudian disebut dengan pengetahuan.

2. Common sense 
Common sense adalah anggapan umum, yaitu kebenaran atas dasar penglihatan dan secara kebiasaan bahwa penglihatan itu (objek) merupakan gejala atau tanda  akan terjadi sesuatu. contoh: hari mendung, merupakan tanda akan turun hujan.
Common Sense diperoleh manusia dari pengalaman sehari-hari. Dengan Common Sense, semua orang sampai kepada keyakinan secara umum tentang sesuatu. dan mereka akan berpendapat sama tentang sesuatu tersebut.  Seperti api dapat digunakan untuk membakar, sinar matahari menyilaukan mata, dan lain sebagainya.
       
3. Pengalaman 
Menurut Jhone Locke, manusia dilahirkan sebagai kertas putih, pengalamanlah yang akan memberikan lukisan kepadanya.  
Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan lazimya diperoleh melalui salah satu dari empat cara, yaitu : pengetahuan yang dibawa sejak lahir; pengetahuan yang diperoleh berdasarkan budi; pengetahuan yang diperoleh berdasarkan indera-indera khusus seperti pendengaran, ciuman dan rabaan; dan atau pengetahuan yang diperoleh dari penghayatan langsung atau ilham .
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pengalaman terbentuk ketika alat indera manusia bersentuhan dengan objek atau sesuatu. Seperti rasa gula diketahui manis setelah indera manusia merasakannya. Pengalaman yang dialami manusia membentuk pengetahuan-pengetahuan baru.

4. Wahyu
Wahyu yang berasal dari Allah Ta’ala merupakan sebuah sumber pengetahuan bagi kaum muslimin.

C. Pengertian dan Perbedaan antara Pengetahuan, Ilmu (Sains), dan Filsafat
1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Usaha manusia untuk tahu bermula dari rasa ingin tahu yang kemudian membutuhkan jawaban dari rasa ingin tahu tersebut. Sehingga dapat dijelaskan, bahwa pengetahuan adalah apa yang dikenal atas dasar hasil dari pekerjaan tahu.
Pengetahuan dalam bahasa Inggris disebut dengan knowledge.  Kata knowledge diartikan dengan  familiarity gained by experience; range of information, atau pengenalan terhadap sesuatu yang diperoleh berdasarkan  pengalaman.
Pengetahuan manusia dapat dibeda-bedakan dari berbagai segi. Setidaknya pengetahuan manusia dapat dikatagorikan kepada tiga jenis :
a. Pengetahuan inderawi
Pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca indera. Pengetahuan inderawi ini  memiliki keterbatasan dalam upaya mencari berbagi fenomena yang dikumulasikan sebagai pengetahuan. Keterbatasan pengetahuan ini terdapat pada segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera.
b. Pengetahuan akal 
Pengetahuan akal adalah usaha berfikir manusia hingga ia menyimpulkan hasil dari tindakan berfikirnya. Pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksprimen, sehingga apa yang berada dibalik pengetahuan dapat terjangkau oleh akal dan panca indera.
c. Pengetahuan Falsafi  
Pengetahuan ini mencakup segala fenomena yang tak dapat diteliti, tetapi dapat difikirkan. Batas pengetahuan ini ialah alam, bahkan juga bisa menembus apa yang ada diluar alam yaitu Tuhan.

2. Ilmu (Sains) 
Salah satu istilah di dalam al-Qur’an yang menunjukkan makna ilmu adalah ‘ilm. Istilah yang lain adalah ma’rifah yang berasal dari kata ‘arafa. Menurut Dr. Abdurrahman Saleh Abdullah, ‘ilm lebih tinggi tigkatannya ketimbang ma’rifah, karena ‘ilm tidak terbatas pada satu aspek pengetahuan sebagaimana tingkat ma’rifah.
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut dengan science. Kata science diartikan dengan knowledge arranged in an orderly manner, knowledge obtained by observation and testing of facts. , atau “pengetahuan yang tersusun secara sistematis, pengetahuan yang didapat melalui observasi dan pengujian fakta-fakta”.
Ashley Montagu, sebagaimana dikutip oleh I Nengah Kerta Besung menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji. 
I Nengah Kerta Besung juga mengutip pernyataan Admojo yang menyebutkan bahwa ilmu  adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu.
Berdasarkan pendapat-pemndapat diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu (Sains)     adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang didfapatkan melalui metode tertentu dan telah teruji.

3. Filsafat
Aristoteles (384-322 SM): Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis .
Filsafat tidak membiarkan diri terikat oleh satu pandangan atau sudut pendekatan tertentu, akan tetapi mencoba untuk merangkum segala aspek dan semua segi kedalam penyelidikannya. Filsafat itu suatu ilmu pengetahuan yang umum. Bukan dalam arti, bahwa filsafat itu seolah-olah merupakan jumlah dan segala ilmu pengetahuan belaka, melainkan dari pengertian bahwa filsafat itu tidak mempelajari suatu bagian tertentu dari kenyataan, dipandang dari sudut pengamatannya tertentu saja. Filsafat itu mencoba untuk membahas seluruh kenyataan dengan meneropong dari segala sudut penglihatan, sebagai obyek dari penyelidikan-penyelidikannya yang bersifat filsafat. Filsafat memajukan hak bagi dirinya atas pandangan pengetahuan yang paling luas dan pendirian yang paling utama.


4. Perbedaan Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat  
I Nengah Kerta Besung menyimpulkan perbedaan ilmu dengan pengetahuan sebagai berikut:
a. Ada perbedaan prinsip antara ilmu dengan pengetahuan. Ilmu merupakan kumpulan dari berbagai pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan ilmu setelah memenuhi syarat-syarat objek material dan objek formal.
b. Ilmu bersifat sistematis, objektif dan diperoleh dengan metode tertentu seperti observasi, eksperimen, dan klasifikasi. Analisisnya bersifat objektif dengan menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral (tidak dipengaruhi oleh kedirian atau subjektif).
c. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik, pengetahuan merupakan  informasi yang berupa common sense,  tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu.  Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka. 
Adapun perbedaan ilmu dengan filsafat menurut Endang Saifuddin Anshari adalah sebagai berikut:
a. Objek formal ilmu: mencari keterangan yang dapat dibuktikan melalui penelitian, percobaan dan pengalaman manusia. Sedangkan objek formal filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, hingga keakar persolan, sampai kesebab-sebab dan ke ‘mengapa’ terakhir, sepanjang yang kemungkinan dapat dipikirkan.
b. Objek materi filsafat ialah:
1)    Masalah Tuhan, sesuatu yang berada diluar jangkauan ilmu pengetahuan empiris.
2)    Masalah alam yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan empiris.
3)    Masalah manusia yang juga belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan empiris.
Bila disimpulkan bahwa pengetahuan belum bersifat sistematis, sedangkan ilmu sudah sistematis. Pengetahuan sifatnya sederhana, sedangkan ilmu sudah lebih rinci atau tidak sederhana.
Secara lebih jelas ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan tempat lainnya yang belum tersusun dengan baik.

D. Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah
1. Metode Ilmiah
Metode dalam bahasa Inggris adalah method artinya adalah cara, maksudnya adalah bagaimana cara mengadakan penelitian. Metode ilmiah adalah bagaimana cara mengadakan penelitian secara ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui metode ilmiah .
Metode ilmiah dicerminkan melalui penelitian ilmiah yang merupakan gabungan dari cara berpikir rasional dan empiris. Kerangka ilmiah seperti dijelaskan Jujun pada bukunya filsafat Ilmu, sebagai berikut :
a. Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamya.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk kontelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahn.
c. Perumusan hipotesis, merupakan jawaban sementara antara dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d. Pengajuan hipotesis, merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
e. Penarikan kesimpulan, sebagai penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima .

2. Struktur Pengetahuan Ilmiah 
Ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistim pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis. Atau suatu sistim penjelasan mengenai saling hubungan diantara peristiwa-peristiwa yang terjadi. 
Dengan demikian ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan atau dikordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberikan penjelasan. Keterkaitan yang menghubungkan segenap komponen itu disebut srtuktur dari pengetahuan ilmiah.
Sistim pengetahuan ilmiah mencakup kelompok-kelompok unsur, sebagai berikut:
a.    Jenis-jenis sasaran
b.    Bentuk-bentuk pernyataan
c.    Ragam-ragam proposisi
d.    Pembagian Sistematis .
Francis Bacon mengemukakan empat sendi kerja untuk menyusun ilmu pengetahuan. Pertama, pengamatan (observasi). Kedua, pengukuran (measuring) Ketiga, penjelasan (explaining). Keempat, pemeriksaan benar tidaknya (verifying).
Secara ringkas, struktur pengetahuan ilmiah itu ditunjukkan secara sistematis sebagai berikut : 
a. Objek sebenarnya           
1. Objek material
a.    ide abstrk
b.    benda fisik
c.    jasad hidup
d.    gejala rohani
e.    peristiwa sosial
f.    proses tanda
2. Objek formal
- pusat perhatian    
 b. Bentuk pertanyaan
1.    diskripsi
2.    diskripsi
3.    eksposisi pola
4.    rekonstruksi historis    
 c. Ragam proposisi
1.    asas ilmiah
2.    kaedah ilmiah
3.    teori ilmiah    
 d. ciri pokok
1.    sistematisasi
2.    keumuman
3.    rasionalitas
4.    obyektifitas
5.    verifiabilitas
6.    komunalitas

E. Trend Penelitian Ilmiah
Jika pada masa awal manusia tidak mempersoalkan secara mendalam kebenaran kesimpulan pengetahuan yang mereka miliki, saat ini pengetahuan tersebut diuji untuk menemukan kesimpulan yang benar dan kesimpulan tersebut menjadi pengetahuan yang baru. Tidak hanya sampai pada batas itu, kesimpulan yang semula dianggap benar, kembali diuji untuk dicarikan kesimpulan yang lebih benar sehingga kesimpulan tersebut akan menghasilkan kesimpulan yang baru pula. Demikian seterusnya, manusia mampu melahirkan sejumlah pengetahuan baru dengan keanekaragaman pendekatan penelitian masing-masing.
Perkembangan penelitian ilmiah yang mengedepankan rasionalitas berkembang pesat sejak era Renaisans ,Yaitu ketika orang Erofa menemukan kembali jati dirinya setelah sebelumnya terkungkung oleh mitos dan dogma gereja. Rasionalisme menjadi berkembang. Melalui rasionalisme inilah muncul antroposentrisme atau humanisme. 27
Ciri yang menonjol dari paham ini adalah kedaulatan manusia berdasarkan rasionya. Implikasinya pada ilmu pengetahuan bahwa segala sesuatu itu dianggap ilmiah jika dapat diverifikasi dengan metode-metode ilmiah seperti diuraikan di bagian terdahulu. Oleh karena itu berkembanglah observasi atas dasar empirisme. Media utama bagi empiris adalah panca indera. Karena itu, segala sesuatu dinilai ilmiah jika dapat diuji secara empiris.
1. Spesialisasi 
Spesialisasi merupakan sebuah kajian keilmuan yang mengkhususkan pada satu bidang keilmuan tanpa mennghubungkan dengan didiplin ilmuyang lainnya. Seperti mengkhususkan pada satu bidang keilmuan antropologi, sosiologi, dan lain sebagainya. Tujuannya agar kebenaran dari suatu ilmu benar-benar dapat terwujud dalam mengatasi persoalan yang terkait dengan bidang keilmuan tersebut.

2.  Inter-disiplin
Inter-disiplin merupakan sebuah usaha mengintegrasikan persepsi pengetahuan, data, konsep, informasi dari dua disiplin keilmuan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mendasar. Atau untuk memecahkan sebuah persoalan keilmuan. Seperti mengintegrasikan ilmu Tauhid dengan ilmu Kalam yang pada akhirnya akan menghasilkan kerangka kerja konseptual yang baru.
Dalam satu disiplin keilmuan terkadang membutuhkan konsep-konsep dari keilmuan yang lain yang dapat memberikan sumbangan keilmuan sebagai usaha mengatasi persoalan yang komperhensif. Sehingga perlu diadakannya integrasi dalam disiplin keilmuan.

3.  Multi-Disiplin 
Multidisiplin merupakan penggabungan beberapa disiplin keilmuan yang mengandung konsep-konsep keilmuan yang hampir sama, dalam mengatasi masalah-masalah yang bersifat kompleks. Multidisiplin ini akan mengambil potongan-potongan dari kontribusi disiplin dan mengintegrasikannya agar menghasilkan kerangka kerja konseptual yang baru.

4.  Studi Kawasan 
Studi kawasan adalah penelitian ilmiah tentang sebuah wilayah yang ruan lingkupnya membahas segala yang ada dalam sebuah wilayah atau kawasan, baik dari adat istiadat, kebudayaan, sosial kemasyarakatan, bahasa dan lain-lain. Yang pada hakikatnya terdapat perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya.
Ketika studi kawasan ini dilakukan, tentunya akan menghasilkan pemahaman yang mendalam tentang keberadaan sebuah wilayah  yang pada akhirnya menjadi satu keilmuan tertentu tentang sebuah wilayah tertentu yang pada akhirnya berguna bagi perkembangan dan kelestarian wilayah tersebut.

F. Studi Ilmiah Tentang Islam: Antara Normativitas dan Historisitas
 Islam merupakan agama yang didasarkan pada kitab wahyu, Al-Qur’an.  Wahyu yang bersumber dari Allah Ta’ala memilki kebenaran mutlak dan  sebagai aturan hidup (role of live).  Normativitas ajaran wahyu tersebut merupakan sebuah ciri khas dari agama.
Pada penghujung abad ke-19, lebih-lebih pada pertengahan abad ke 20, terjadi pergeseran paradigma pemahaman tentang “agama“ dari yang dahulu terbatas pada “idealitas” ke arah “historisitas”, dari yang hanya berkisar pada “doktrin” ke arah entitas “sosiologis”, dari diskursus “esensi” ke arah “eksistensi”.  Hal ini merupakan sebuah wacana baru dalam studi ilmiah tentang Islam.
Menurut M. Amin Abdullah, bahwa dalam wacana studi agama kontemporer, fenomena keberagaman manusia dilihat dari berbagai sudut pendekatan. Ia tidak lagi hanya dapat dilihat dari sudut dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu, tetapi juga dapat dilihat dari sudut dan terkait erat dengan historisitas pemahaman dan interpretasi orang-perorang atau kelompok-perkelompok terhadap norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan praktek-praktek ajaran agama yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Maka pendekatan hstorisitas agama haruslah komprehensif, multidisipliner, interdisipliner dengan menggunakan metode historis-kritis dan doktriner-normatif.
Pendekatan historisitas dalam studi ilmiah tentang Islam tidak bermaksud menggugurkan normativitas dari wahyu (al-Qur’an). Pendekatan historisitas dimaksudkan untuk mengkaji lebih jauh keberagamaan manusia pada era sebelumnya untuk kemudian mengembangkan keilmuan dan menemukan ijtihad-ijtihad baru.
Muhammad Fathurrohman dalam makalahnya mengutip pernyataan Arkoun sebagaimana berikut:
”Saya tidak mengenal seorang pemikir Muslim pun yang bahkan ada gagasan untuk mengulangi langkah intelektual dari al-Syafi’i ketika ia menyusun Risalah yang masyhur itu. Pengajaran ushul di fakultas-fakultas teologi mutakhir hanyalah penumpukan dan pengulangan tanpa pengembangan dari beberapa buku pelajaran klasik. Padahal, disanalah lebih dari pada di tempat lain, tempat kritik nalar yang benar-benar bersifat Islam dalam segala kebesaran sejarah dan filsafatnya. Dengan caranya sendiri dalam rangka epistemisnya, ushul al-fiqh telah menyentuh apa yang sekarang dipraktekkan orang dengan nama epistemologi atau teori kritis mengenai pengetahuan.”
Walaupun demikian, pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena keberagamaan yang bercorak normatif dan historis tidak selamanya akur dan seirama. Hubungan antara keduanya seringkali diwarnai dengan tension atau ketegangan, baik yang bersifat kreatif maupun destruktif.
Pendekatan yang pertama berangkat dari teks yang sudah tertulis dalam kitab suci, yang bercorak literalis, tekstualis atau skriptualis. Sementara pendekatan kedua balik menuduh corak pendekatan pertama cederung bersifat “absolutis”.

G.  Penutup
Makalah ini secara sederhana telah memaparkan sejarah perkembangan pengetahuan manusia sebagai sebuah gambaran umum, sejak manusia mengenalkan pengetahuan pada taraf yang paling rendah sehingga pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah disiplin ilmu dalam waktu yang cukup panjang. Perbedaan pengetahuan, ilmu dan filsafat dapat dilihat pada objek material, sistematika dan pengujian untuk pembuktian kebenaran.
Trend penelitian ilmiah yang berkembang saat ini adalah spesialisasi, interdisiplin, multi disiplin dan studi kawasan.
Pendekatan historisitas dalam studi ilmiah tentang Islam tidak bermaksud menggugurkan normativitas dari wahyu (al-Qur’an). Pendekatan historisitas dimaksudkan untuk mengkaji lebih jauh keberagamaan manusia pada era sebelumnya untuk kemudian mengembangkan keilmuan dan menemukan ijtihad-ijtihad baru.




DAFTAR BACAAN

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Dr. Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta, cet ke-1, 1991.

Abdullah, M. Amin. Studi Agama: Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: P.T. Bina Ilmu, 1991.

Arkoun, Mohammed. Rethinking Islam, terj. Yudian W. Asmin dan Lathiful Khuluq. Yogyakarta: LPMI dan Pustaka Pelajar, cet-1, 1996.

Besung, I Nengah Kerta. Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau dari Filsafat Ilmu. Bali: PPS Udayana, 2006.

Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Hornby, AS. Oxford Advanced Learning’s Dictionary of current English. New York: Oxford University Press, 1974.

Kuntowijoyo, Paradigma Islam. Bandung: Mizan, 1991.

Lubis, Nur Ahmad Fadhil. Pengantar Filsafat Umum. Medan:  IAIN Press, 2001.

Suriasumantri, Jujun S.  Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1991

Syafaruddin. Fisafat Ilmu: Mengembangkan Kreativitas Dalam Proses Keilmuan. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...